Kamis, 29 April 2010

Akar Masa Lalu yang Masih Belum Tercabut di Era Reformasi

Setelah jaman Orde Baru (ORBA) berakhir maka terciptalah proses demokratisasi atau dapat disebut sebagai masa transisi menuju masa yang lebih “cerah” di negeri ini. Masalah-masalah dari zaman ORBA tidak kunjung selesai di atasi, malahan orang-orang lama yang ada di jaman tersebut kini masuk kembali pada jaman yang seharusnya bersih dari “noda hitam” masa lalu dengan membawa masalah lama pada jamannya dan membuat masalah baru di jaman ini. Soeharto dan keluarganya dihujat habis-habisan sementara orang-orang lain yang berada di sekitarnya terselamatkan atau menyelamatkan diri. Orang-orang yang selamat itu, yang sebenarnya mereka juga tak terlepas dari “dosa-dosa” jaman ORBA, kini menghujat habis-habisan Soeharto.

Mereka yang selamat dari “mata hukum” dan “mata publik” kini menampilkan kekonyolan-kekonyolan yang sangat menjijikan. Menurut Eep Saefulloh Fatah, mereka memiliki tiga hal konyol yaitu: pertama, mereka seolah-olah baru lahir dan berpolitik ketika Gerakan Reformasi 1998 marak dan Soeharto jatuh. Kedua, tanpa kompetensi dan kredibilitas moral, mereka dengan keras menghujat moralitas politik. Mereka berubah dari posisi “terdakwa sejarah” menjadi hakim sejarah dan Soeharto dan keluarganya mereka taruh sebagai tertuduh yang didakwa “membunuh Indonesia tanpa persekongkolan”. Ketiga, mereka menggugat segala produk ORBA seakan-akan mereka tidak terlibat dari pembuatan produk itu dan tidak merasa bahwa mereka bagian dari produk itu.

Produk baru yang dinamakan “Jaman Reformasi” ini diharapkan oleh banyak warga masyarakat dapat membawa “pencerahan” di negeri yang masa lalunya sangat pedih dan menyakitkan untuk diingat, dimana manusia yang telah tercipta dan ditakdirkan untuk bebas tidak dapat menikmati kodratnya itu. Harapan-harapan tersebut mungkin akan menjadi sebuah “mimpi di siang bolong” apabila kita masih memakai paradigma lama yang menyerahkan segala tugas atau urusan kerja kebangsaan pada tokoh-tokoh, pada elite-elite, dan pada pejuang besar. Indonesia hanyalah sebuah “nama” yang bukan semua urusan untuk menjaga kesucian, keutuhan, dan keberadaan dari “nama” itu adalah tugas dari sebagian kecil orang yang memiliki nama besar yang mungkin merupakan produk dari masa lalu dari sebuah masa kelam. Indonesia adalah “nama” yang didalamnya terdapat rakyat Indonesia yang harus bersama-sama mempertahankan Indonesia.

Daftar Pustaka

─ Eep Saefulloh Fatah, Bangsa Saya yang Menyebalkan, Penerbit Rosda,
Bandung, 1998.



Oleh: King Buana